Minggu, 29 Januari 2012

Hati yang Suci

"Berbahagialah orang yang suci hatinya,  karena mereka  akan melihat Allah”
 
Oleh Benny Solihin
Nats     : Matthew 5:8 
Pendahuluan
Seorang Pendeta pernah bercerita tentang kisah pemilihan majelis di gerejanya.  Setelah melalui proses pemilihan yang cukup seru maka terpilihlah 10 orang untuk menjadi majelis dalam periode yang baru. Lalu tibalah mereka pada acara pemilihan ketua majelis.  Hampir semua majelis yang baru terpilih mendesak seorang bapak, katakanlah  bapak A, untuk menjadi ketua majelis. Tetapi berulang kali bapak A berkata: “Jangan saya tidak bisa, saya tidak pantas, sungguh jangan saya tidak mau!”  Akhirnya, pemilihan ketua majelis diadakan dengan cara setiap orang menulis di selembar kertas kecil sebuah nama yang difavoritkan untuk menjadi ketua.
     Setelah 10 orang majelis itu selesai menulis dan kertas dikumpulkan, kemudian nama-nama di kertas itu dibacakan dan hasilnya ditulis dipapan tulis. Ternyata dugaan semua orang tidak meleset, dari kertas pertama sampai kertas kesembilan nama yang tertulis adalah nama bapak A. Semua orang tertawa dan menyalaminya. Bapak A menjadi rikuh dan berkali-kali berkata: “Jangan, jangan saya orang lain saja. Saya tidak mau!”  Ketika orang sedang sibuk menyalaminya, sang pendeta berkata: “Coba bukalah kertas yang terakhir?”  Semua orang tenang kembali, kemudian kertas kecil itu dibuka dan nama yang terakhir itu adalah juga nama bapak A. Itu berarti bahwa bapak A telah memilih dirinya sendiri.
     Sdr-sdr, semua orang menjadi bingung dan bertanya-tanya tentang diri bapak A, “mengapa yang dikatakan oleh bapak A berbeda degan yang tersimpan di dalam hatinya?”  Dengan kata lain, “mengapa  citra yang diberikan oleh bapak A kepada orang-orang di sekelilingnya berbeda dengan integritas yang ada di dalam dirinya.”
 

Godaan yang kuat bagi rohaniwan

     Sdr-sdr, seorang rohaniwan mungkin saja tidak terlalu mudah tergoda untuk memiliki harta yang bukan miliknya, atau wanita yang bukan istrinya, atau pria yang bukan suaminya, atau kekuasaan yang bukan bagiannya, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa seringkali seorang rohaniwan lebih mudah tergoda untuk menampilkan citra lebih daripada integritas.
 
     Sdr-sdr, Citra adalah kesan yang kita berikan kepada orang lain tentang diri kita, sedangkan integritas adalah realita diri kita yang sesungguhnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan integritas sebagai    “ keterpaduan; kebulatan; keutuhan”. Tentu yang dimaksud adalah keterpaduan, kebulatan, keutuhan antara apa yang di luar dan apa yang ada di dalam; antara apa yang dikatakan dengan apa yang tersimpan di dalam hati. Dengan kata lain, integritas adalah kejujuran.
 

Latar-belakang

     Sdr-sdr, perkataan Tuhan Yesus dalam ucapan bahagia yang berbunyi, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” mempunyai latar belakang di mana Tuhan Yesus melihat kehidupan para rohaniwan saat itu, yakni orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang berusaha memberikan citra  mereka yang begitu rohani di mata publik, lebih dari keadaan mereka yang sebenarnya.
 
     Sdr-sdr, sekilas pandang, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat  adalah orang yang sangat ketat melakukan ibadah dan hukum-hukum agama. Mereka berpuasa, berdoa dan membayar perpuluhan mereka dengan setia. Mereka bergaul dengan hukum-hukum Tuhan, menyelidikinya dengan teliti, menjalankannya dan menjadikannya sebagai pedoman hidup mereka yang tertinggi. Tiada hari yang mereka jalani tanpa Taurat Tuhan.
      Mereka mengidentifikasikan diri mereka sebagai penjaga hukum Allah.  Mata mereka bisa bersinar dengan tajam ketika melihat  seseorang melanggar hukum Allah. Mereka adalah polisi-polisi Allah yang menjaga agar orang-orang Yahudi tetap taat pada hukum-hukum Allah.  Tak heran, mereka menjadi tumpuan dan panutan masyarakat. Citra mereka sangat baik.
      Namun demikian, mereka tidak dapat mengecohkan mata ilahi Yesus.  Menara gading citra yang nampak indah menjulang tinggi, tidak dapat mencegah Yesus untuk melihat dasar fondasinya.  Dan ketika Yesus melihat dasar fondasinya Yesus mengecam mereka.
 
     Kecaman Yesus yang keras tertulis di dalam Matius pasal 23. Dalam ayat ke 25-26, Yesus berkata:
“Celakalah kamu, hai ahli-hali Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.”
 
Kata celakalah dalam bahasa Yunani (ouai)  mengandung pengertian kemarahan dan juga kedukaan. Yesus geram dan juga sedih melihat kehidupan para rohaniwan saat itu.  Yesus mengecam mereka dan berkata:
1.      “Bagian luar dari cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya,”  Sdr-sdr, ini  menunjukkan bahwa orang Farisi dan ahli Taurat mempunyai perhatian khusus untuk menjaga citra mereka di mata publik.  Mereka melakukan itu karena mereka sadar sepenuhnya, bahwa citra adalah bagian yang jelas dilihat oleh orang banyak. Hormat dan pengakuan orang banyak kepada mereka sangat tergantung dari citra yang mereka berikan. Oleh karena itu, mereka menjaga nama baik mereka, reputasi mereka, penampilan mereka.
 
2.      “Tetapi sebelah dalamnya penuh dengan rampasan dan kerakusan” menyatakan betapa berbedanya citra mereka dengan integritas mereka. Mereka coba memoles citra tetapi mengabaikan integritas. Karena integritas ada di dalam dan tidak terlihat oleh mata manusia, mereka merasa aman.  Di dalam ruang nyaman inilah mereka ada sebagaimana yang mereka ada; mereka berpikir sebagaimana yang mereka pikirkan, mereka hidup sebagaimana yang mereka inginkan. Mereka memuaskan keinginan dan kerakusan serta kedagingan mereka: melahap, menindas, penuh kebencian, kebohongan, kesombongan dan ketidak-setiaan;  menggambil dan jarang memberi; menerima dan jarang membagi. Inilah keadaan mereka yang sebenarnya. Tidak heran Yesus mengecam mereka dan menyebut mereka munafik!
     R.C. Sproul berkata: “Orang munafik adalah pemain sandiwara moral yang memakai topeng untuk menutupi keadaan diri yang sesungguhnya. Ia berpura-pura lebih benar dari keadaan yang sebenarnya. Kehidupannya ialah kepalsuan yang terlindungi.”
 
3.      “Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih,”  Sdr-sdr, Yesus menyamakan para rohaniwan yang demikian itu dengan orang buta yang tidak pernah melihat wajahnya sendiri di dalam cermin. Mereka disibukkan dengan imajinasi akan reputasi diri mereka, tetapi tidak mau introspeksi diri  dan menyadari realita yang ada.
     Namun demikian, di sini Yesus memberikan satu prinsip “kebangunan” untuk para rohaniwan itu, yaitu  inside-out, yang artinya dari dalam ke luar. Bereskanlah yang di dalam lebih dahulu, yang tidak kelihatan oleh mata orang lain, maka yang di luar dengan sendirinya akan mengikuti.

Hati sebagai pusat

     Inside-out itulah prinsip pembaharuannya. Dimulai dari dalam, dari hati. Yesus tidak berkata, “berbahagialah orang yang  cerdas pikirannya” atau “berbahagialah orang yang gagah perawakkannya atau cantik parasnya,”   tetapi Ia berkata, “berbahagialah orang yang suci hatinya.” 
      Hati adalah pusat dari kehidupan batin seseorang di mana seluruh kekuatan dan fungsi spiritual berasal. Bagi Allah hati seorang rohaniwan merupakan standard ukuran dari pada pelayanannya. Oleh karena itu Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya.” Namun apa yang Yesus maksudkan dengan “orang yang suci hatinya” itu?  Apakah itu berarti hati yang tidak berdosa sama sekali?  Kalau memang demikian adakah orang yang seperti itu?
 

Definisi  “Orang yang Suci Hatinya”

      Dalam banyak terjemahan bahasa Inggris tidak ditulis dengan “holy in heart” (suci hatinya) tetapi “pure in heart” (murni hatinya).  Kata Yunani yang dipakai untuk kata suci di sini adalah katharos yang berarti bersih. Istilah ini kadang kala dipakai untuk menunjuk susu atau anggur yang tidak dicampur dengan air sedikit pun, atau logam yang dipanaskan sedemikian rupa sampai semua kotoran yang melekat padanya sirna.
 
Jadi, orang yang suci hatinya adalah:
·        orang yang hatinya murni, bersih, tidak tercemar, tidak terisi dengan kelicikan; orang yang bebas dari motif yang tidak benar. 
·        orang yang tidak pandai bersandiwara, transparan di hadapan Allah dan manusia; orang yang penampakkan luarnya sama dengan apa yang ada di dalam hatinya. Dengan kata lain orang yang memiliki integritas.
 

Antara Citra  dan  Integritas

      Orang yang memiliki integiritas tidak punya apa pun untuk disembunyikan dan tidak punya apa pun untuk ditakuti. Kehidupan mereka seperti buku terbuka yang diterbitkan memang untuk dibaca. Integritas bukanlah apa yang kita lakukan melainkan lebih cenderung  adalah siapa diri kita yang sesungguhnya. Dan siapa diri kita yang sebenarnya, pada gilirannya menetapkan apa yang kita lakukan.   Integritas yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik.
 

Mereka akan melihat Allah

     Orang-orang yang seperti inilah yang disebut Tuhan berbahagia karena ia akan melihat Allah. Ia akan melihat Allah di dalam  kehidupannya, keluarganya, pelayanannya, dan dalam orang-orang yang dilayaninya. Di mana pun ia ada ia akan selalu melihat Allah, karena ia memiliki hati yang sama dengan hati Allah: lurus, murni adanya.
 
http://www.sumberkristen.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar