Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong
Pada waktu kita melihat zaman dalam konteks pelayanan kita, dapat
dikatakan bahwa zaman ini adalah zaman yang selalu berubah, tidak sama
dengan zaman yang dahulu maupun yang berikutnya. Suatu zaman selalu
mempunyai tanda, semangat dan warna tersendiri yang berbeda dari zaman
sebelumnya. Memang, pada waktu kita melihat zaman dalam kehidupan, kita
lihat adanya suatu culture yang sebenarnya berubah secara drastis. Di
dalam hal ini juga, generasi Saudara adalah suatu generasi yang sangat
unik, karena kita berada dalam satu peralihan dari suatu culture, dan
mungkin kita sendiri, selama melaluinya, tidak menyadarinya. Dalam zaman
kehidupan Saudara ini, Saudara merupakan saksi dari berlangsungnya
suatu zaman dan juga berakhirnya suatu zaman, masuk menjadi zaman yang
baru.
Zaman pertama adalah zaman modern. Zaman kedua adalah zaman
postmodern atau pasca-modern. Secara unik, Saudara berada dalam tengah
peralihan suatu zaman. Hal ini merupakan suatu yang sangat besar dalam
sejarah, karena sejarah pemikiran modern sudah berlangsung selamai 200
tahun. Saudara berada dalam perbatasan akhir dari zaman modern dan akan
melangkah dalam suatu zaman yang baru, yaitu zaman postmodern.
Tetapi, kita perhatikan, zaman adalah zaman yang berubah, mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Tetapi bagaimana dengan pelayanan gereja
kita? Sering kali kita melihat bahwa pelayanan kita justru tidak berubah
dari waktu ke waktu. Zaman terus berubah, tetapi pelayanan kita sebagai
orang Kristen tidak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga gereja
sangat lambat dan tidak peka dalam mengantisipasi semangat zaman yang
berubah. Kita tidak memperhatikan persoalan itu.
Ada kata-kata yang menyindir orang-orang pada zaman ini: if you are
not confuse, you probably don’t know what is happening; Jikalau kamu
tidak bingung, mungkin kamu tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jika
Saudara tidak bingung melihat semangat, dan apa yang sedang berlangsung
pada zaman ini, tidak berarti bahwa Saudara melihat/memperhatikan zaman
ini, melainkan Saudara tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.
Pada waktu kita melayani, kita tidak menyadari bahwa zaman sudah
berubah, sehingga pelayanan kita semakin lama semakin menurun. Dalam
kesempatan sharing antar-gereja nanti*, kita bisa share satu sama lain
mengenai pelayanan gereja kita. Mungkin sebagian gereja mengalami
penurunan, sebagian gereja mengalami kemajuan. Kita akan melihat
faktor-faktornya.
Kalau pelayanan kita menjadi sesuatu yang menurun, maka ini harus
membuat kita berpikir: Kenapa orang-orang tidak datang ke persekutuan
pemuda? Apa yang harus kita lakukan? Pada akhirnya, yang kita lakukan
untuk pelayanan kita adalah bersaing dengan dunia. Bagaimana bersaing
dengan dunia? Misalnya: dunia mempunyai bioskop, maka kita juga membuat
pertunjukan film. Tetapi bedanya kalau bioskop dapat menarik banyak
orang, tetapi film yang kita putar, misalnya Jesus in Campus Crusade,
maka seluruh jalan cerita film itu sudah dapat ditebak, sehingga membuat
orang lain merasa lebih baik nonton di bioskop.
Jadi apa yang kita lakukan di komisi pemuda adalah bersaing dengan
dunia. Mungkin satu saat Saudara berhasil dengan membuat suatu acara
yang sangat menarik, misalnya membuat suatu pertunjukan kejutan.
Dari semua acara yang menarik itu, pasti ada acara yang kurang
menarik, dan ada acara yang lebih menarik dari acara-acara menarik yang
lainnya. Hal itu membuat kita mati-matian dengan tak habis-habisnya
berpikir bagaimana membuat suatu acara yang lebih menarik dari acara
yang sebelumnya, yang sudah menarik itu. Maka akhirnya, kita tidak akan
mampu dan tidak mungkin bekerja sepenuh hidup kita hanyak untuk acara
komisi pemuda itu. Akhirnya kita terpuruk pada kesulitan pelayanan.
Semakin lama semakin lemah, dan akhirnya persekutuan pemuda kita juga
semakin lama semakin merosot. Dalam keadaan seperti demikian, apa yang
harus kita lakukan?
Ada satu hal yang harus kita lakukan, yaitu: KEMBALI KE DASAR, back
to basics. Kita tidak mungkin bersaing dengan entertainment yang
ditawarkan oleh dunia, maka kita harus kembali kepada apa yang Tuhan
ingin kita lakukan di dalam kehidupan. Kita harus kembali kepada hal
tersebut.
Kita lihat di Pengkhotbah 1:4-8. Kita melihat bahwa Pengkotbah
memperhatikan hidup manusia hanya sekedar sebagai lingkaran, yang saya
istilahkan, lingkaran kesia-siaan. Semua perputaran dalam alam itulah
yang dilihat oleh Pengkotbah sebagai suatu lingkaran kesia-siaan. Dalam
ayat 8 dikatakan segala sesuatu menjemukan, karena Pengkotbah melihat
segala sesuatu adalah pengulangan dari apa yang pernah terjadi, meskipun
tidak selalu persis, tetapi ada a continual beginning, suatu permulaan
yang sama terus-menerus, sehingga menjadi suatu lingkaran kesia-siaan.
Manusia dalam proses kehidupannya, dari lahir hingga ia meninggal,
kemudian diteruskan ke generasi berikutnya, tidak pernah dapat terlepas
dari pola pengulangan yang sama, yang dikatakan Pengkotbah sebagai
lingkaran yang menjemukan. Satu-satunya jalan untuk menerobos lingkaran
kesia-sian ini adalah dengan melakukan Linearisasi Kehidupan. Artinya di
dalam kehidupan, kita tidak hanya berjalan mengikuti
lingkaran-lingkaran dalam kehidupan, tapi kita juga berjalan menuju ke
sebuah tujuan yang ingin kita capai, dan tujuan yang ingin kita capai
adalah CHRIST-LIKENESS, menjadi serupa dengan Kristus. Inilah tujuan
utama dari kehidupan orang Kristen dalam suatu lingkaran kehidupannya,
di mana ia telah berjumpa dengan Kristus (Roma 8:29). Itulah yang
seharusnya menjadi tujuan setiap pribadi yang telah ditebus.
Pada waktu kita bersama-sama mempunyai tujuan yang sama sebagai orang
Kristen dan pelayan Kristus dalam komisi pemuda, Saudara harus dapat
berperan sebagai fasilitator pertumbuhan orang lain dalam mencapai
Christ-likeness. Bagaimana dan hal-hal apa yang harus kita sediakan
sebagai aktivis komisi pemuda untuk menolong anggota-anggota kita ini
agar bisa menjadi orang-orang yang serupa dengan Kristus?
Untuk itu, kita kemudian melihat satu hal: Spiritual Formation. Pada
waktu kita ingin menjadi serupa dengan Kristus, kita ingin mencapai
Total Spirituality. Artinya dalam persekutuan pemuda kita tidak
mengkotak-kotakan pembinaan anggota kita. Kita tidak hanya membina
mereka hanya sekedar agar mereka mengerti firman Tuhan saja, bukan hanya
bersifat sebagian saja, tetapi secara total, mencakup keseluruhan
kehidupan pribadi mereka di dalam mereka berjalan menuju keserupaan
dengan Kristus.
Hal yang dapat kita wujudkan dalam Total Spirituality adalah:
1. Knowing and Experiencing God in an Intimate Relationship.
2. Holistic Development toward Holiness and Christ-likeness.
3. Obeying God and Doing the Work of His Kingdom.
Saya merasakan hal ini merupakan perumusan yang bersifat
komprehensif, karena dalam pelaksanaan semuanya ini meliputi: orang itu
bertumbuh, mendapatkan suatu pengetahuan, bersifat holistik, menyeluruh.
Dalam ketiga poin tersebut dapat bisa diringkas lagi menjadi:
1. Knowing
2. Being
3. Doing
Bruce Powers melakukan pembagian pertumbuhan hidup manusia berdasarkan usia:
1. Usia 0-6 tahun: mengalami fase yang disebut fase nurture.
Pada waktu itu, orang tidak terlalu memikirkan dan memperhatikan arti
hidup, the meaning of life. Pada fase ini, ia memperhatikan kasih dari
orangtuanya dan orang-orang yang merawatnya. Sebenarnya orang tersebut
tidak begitu memperhatikan perkataan orangtuanya, tetapi yang
diperhatikan adalah apakah orangtua saya memperhatikan saya atau tidak.
2. Usia 7-18 tahun, disebut sebagai fase indoktrinasi.
Pada usia ini, seseorang mulai diberikan isi iman. Misalnya: seorang anak sebelum makan harus berdoa.
3. Usia 19-27 tahun, disebut sebagai fase reality testing.
Pada usia ini, seseorang menguji pengetahuan dan teori yang didapatnya
dari fase indoktrinasi, bagaimana orang tersebut membuatnya nyata dalam
kehidupannya.
4. Usia 28-35 tahun, orang melakukan making choices.
5. Usia 36 tahun ke atas, orang mengalami active devotion.
Pada waktu inilah seseorang merasa ia sudah mantap atas pilihan dari
pengetahuan dan teori dalam hidupnya, dan secara aktif melakukan
kepercayaannya.
Jadi, tahap usia yang paling mudah untuk dimenangkan adalah usia
7-18, pada saat seseorang masih mengalami fase indoktrinasi. Yang paling
disulit di-Injili adalah orang yang berusia 36 tahun ke atas, karena di
dalam usia ini orang tersebut merasakan segala sesuatu sudah ia
dapatkan, jalankan, uji, pengalaman hidupnya sudah berbicara, dan segala
sesuatu itu sudah membuktikan bahwa apa yang ia jalani dan percayai
saat ini adalah sesuatu yang benar.
Yang dikatakan oleh Bruce Powers ini sebenarnya meliputi ketiga hal
tadi: Knowing, Being dan Doing. Dalam usia 7-18 tahun, pada saat inilah
proses Knowing terjadi. Dalam usia 19-27 tahun, ia mengalami proses
Being. Dan pada waktu sesorang menjadi active devotion, ia sedang
melakukan sesuatu (Doing).
Bukan berarti jika seseorang pada usia tertentu, ia berada pada
tahapan tertentu pada usia tersebut. Misal: jika usia orang itu 19
tahun, maka tidak berarti ia berada dalam tahap Being. Tahap Knowing,
Being, dan Doing ini merupakan suatu lingkaran yang terus berulang dalam
kehidupan kita. Knowing saya akan diterjemahkan ke dalam Being, dan
Being saya akan diterjemahkan ke dalam Doing. Pada waktu melakukan
sesuatu, saya juga mengetahui sesuatu yang baru. Pada waktu saya
mengetahui sesuatu yang baru, saya mencoba melakukan sesuatu yang baru.
Pada waktu saya melakukan sesuatu yang baru, saya sedang menjadi Being
yang baru. Hal ini merupakan suatu lingkaran dalam suatu kehidupan yang
terus berulang, hingga kita mencapai tujuan kita, yaitu menjadi serupa
dengan Kristus.
Di dalam perkembangan iman (faith development) inilah, sesuatu yang
ingin kita capai adalah pertumbuhan di dalam wilayah Knowledge,
Character, dan Doing. Di dalam pertumbuhan iman kita, kita ingin
mempunyai pertumbuhan iman di dalam :
1. Pengetahuan
2. Being, yang diterjemahkan dengan character, dan
3. Kehidupan aktivitas yang saya lakukan di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia.
Dengan semua ini, kita mengharapkan:
1. Adanya suatu perubahan yang berelasi dengan pengajaran Alkitab.
Artinya pertumbuhan iman saya adalah pertumbuhan yang positif, yang
bersesuaikan dengan pengajaran firman Tuhan, yang sudah saya gumulkan,
mengerti, dan menyatukan diri dengan the unique life of each individual.
Tiap orang adalah unik. Rencana Tuhan adalah rencana yang unik bagi
setiap kita, maka di dalam pertumbuhan iman seseorang, Tuhan
menginginkan agar setiap orang boleh bertumbuh ke arah di mana memang
Tuhan menghendaki, supaya ia dapat bertumbuh sesuai dengan keunikannya
masing-masing. Misal: talenta yang diberikan Tuhan memiliki keunikan
masing-masing. Dalam keunikan masing-masing, kita mempunyai pertumbuhan
yang terus-menerus di dalam kehidupan kita.
Kita tetap mempunyai satu pertumbuhan di dalam Knowing, Being, dan
Doing, sehingga kita mengharapkan suatu perubahan yang nyata bagi setiap
orang yang datang bersekutu di persekutuan pemuda kita. Misalnya: ada
orang yang iri hati, orang yang sedang bergumul dengan dosanya; kita
mengharapkan ada perubahan terjadi pada dirinya. Bukan sekedar suatu
acara berlangsung dengan sukses.
2. Bagaimana kita dapat mengevaluasi pelayanan kita berhasil atau tidak?
Yaitu dengan melihat apakah terjadi perubahan pada hidup seseorang.
Kalau ada individu-individu yang berubah dalam sebuah gereja, maka
gereja sebagai gambaran tubuh Kristus pun akan menjadi gambaran yang
terus-menerus mengalami perubahan dan pertumbuhan, yang menuju kepada
keserupaan dengan Kristus secara keseluruhan. Pada waktu kita berada di
gereja, kita tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dunia tawarkan
kepada kita, tetapi sebaliknya kita mengharapkan adanya perubahan.
Saya boleh mengharapkan perubahan terjadi di dalam kehidupan seseorang,
sama halnya pada waktu Saudara datang ke tempat ini sebagai individual.
Pada waktu kita menyelesaikan tahun 1998 dan memasuki tahun yang baru,
perlu kita tanyakan: Adakah perubahan yang terjadi pada diri saya?
Apakah sepuluh tahun sekarang dengan sepuluh tahun yang dulu adalah saya
yang tetap sama? Dengan kata lain, apakah tidak ada perubahan yang
terjadi dalam hidupku? Pelayanan kita harus terus mengarah kepada hal
ini, yaitu Expecting a Change, mengharapkan terjadinya perubahan.
Meskipun saat ini kita mempunyai banyak kelemahan, sesuai dengan
berjalannya waktu, kita harapkan ada perubahan-perubahan yang terus
terjadi dalam kehidupan kita, dengan demikian kita semakin lama semakin
menjadi serupa dengan Kristus.
3. Kalau betul setiap kita mempunyai suatu core (inti) dan visi
pelayanan yang jelas dan boleh dipakai Tuhan untuk merubah kehidupan
orang-orang, pada waktu kemudian semuanya berhasil, dari waktu ke waktu
terus terjadi perubahan-perubahan di dalam kehidupan mereka, maka kita
akan melihat gereja masa depan adalah gereja yang gemilang.
Kalau kita tidak terjerumus ke dalam segala sesuatu yang menarik, yang
ramai, yang tidak kalah bersaing dengan dunia, kita akan melihat gereja
abad ke-21 menjadi gereja yang terpuruk. Mungkin gereja tersebut akan
terjun ke dalam sekularisme yang sama sekali tidak mempunyai daya tarik,
karena justru apa yang kita lakukan adalah sama dengan apa yang dunia
tawarkan.
Kita semua, bersama-sama harus yakin dalam pelayanan dan visi yang
jelas, yaitu ingin membawa mereka untuk menjadi serupa dengan Kristus.
berdasarkan itu, akan ada perubahan dan pertumbuhan yang terjadi dalam
Knowing, Being, dan Doing melalui semua yang kita kerjakan sepanjang
tahun di dalam kehidupan pribadi kita dan orang lain yang kita layani.
Pada suatu waktu nanti kita boleh bersyukur: Gereja masa depan, apa pun
yang terjadi, sekalipun kita memasuki masa penganiayaan di mana gereja
kemudian ditekan, mungkin penginjilan tidak boleh dilakukan, akan tetap
yakin di dalam imannya. Kita berlomba dengan waktu, dalam waktu tiga
tahun kita mendidik orang-orang, sehingga betul-betul terjadi perubahan
yang sungguh di dalam kehidupannya. Dengan demikian kita boleh yakin,
apa pun yang terjadi di abad ke-21, kita akan dapat menghadapinya.
Gereja Tuhan tidak dapat dihancurkan dan kita dapat tetap berdiri tegak,
karena kita mempunyai tujuan yang jelas dalam pelayanan kita.
Ingat, engkau adalah masa depan gereja. Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirimu, yang membuat engkau semakin berakar dan terus
bertumbuh, menjadi organisme yang tidak mati adalah masa depan yang
engkau tanamkan dalam gereja pada abad mendatang. Kalau engkau menanam
pohon yang mati, maka gereja yang akan datang adalah gereja yang mati.
Kalau engkau menanam iman yang hidup, maka gereja masa depan akan hidup.
Gereja masa depan ada di atas pundakmu, langkahmu, tindakanmu. Gereja
masa depan ada di tanganmu.
Saya sangat mengharapkan di dalam seluruh sesi NYC (National Youth
Convention) ini, setelah kita mendapat menjelasan mengenai apa yang
harus kita lakukan di dalam Knowing, Being, dan Doing, kita akan
bersama-sama merumuskannya. Maka pada akhirnya, ada 400 orang boleh
dipersatukan dalam satu visi pelayanan, dalam hal-hal yang dilakukan
dengan jelas untuk masa yang akan datang; Bagaimana kita bisa
bergandengan tangan, saling membantu, supaya apa yang kita pikirkan ini
bisa terwujudkan di dalam gereja masing-masing dan terus memajukan
gereja. Kita harapkan sesuatu yang besar terjadi di abad ke-21 ini,
dengan Saudara-saudara sebagai orang-orang yang dipakai Tuhan di tempat
Saudara berada. Engkau akan dipakai Tuhan menjadi pelopor untuk melihat
hal ini sambil Saudara melayani dan bekerja. Kita boleh melihat semua
itu diwujudkan.
Sumber : artikel di Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Melbourne.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar