Matius 11:28-30
Pendahuluan
Tema keseluruhan Injil Matius adalah Kerajaan Allah, the Kingdom of Heaven.
Injil Matius membukakan tentang Kristus sebagai Raja dan pemegang otoritas
tertinggi menata Kerajaan-Nya di tengah dunia dan orang Kristen yg menjadi
warga-Nya haruslah tunduk dan taat pada Sang Raja. Pada pasalnya yg ke-11 Matius
menegaskan bahwa orang yg mengaku beriman pada Kristus maka hidupnya harus
berpusat pada Kristus. Iman Kristen bukan ideologi yg hanya dimengerti sebagai
pengetahuan. Tidak! Alkitab menegaskan bahwa iman Kristen bukan percaya kepada
Kristus melainkan percaya ke dalam Kristus berarti ada relasi antara manusia dg
obyek iman. Dalam bahasa Yunani menggunakan istilah eis berarti memasukkan diri
ke dalam obyek yg kita percaya. Sebelum kita masuk dalam klimaks dari Matius
pasal 11 ini ada baiknya kita mengingat kembali:
Pertama, Yohanes ingin supaya para muridnya berbalik arah; mereka yg semula
mengagungkan Yohanes kini mereka harus beriman pada Kristus. Dan cara yg dipakai
Yohanes sangat unik, dia menyuruh para muridnya untuk bertanya langsung pada
Kristus dan jawaban yg diberikan Kristus pun sangat unik. Tuhan Yesus meminta
para murid untuk melihat dan mendengar enam tanda yg telah dikerjakan oleh Tuhan
Yesus dan dari apa yg mereka lihat dan mereka dengar itu mereka harus
menyimpulkan sendiri: siapakah Yesus. Inilah cara Tuhan Yesus mengkonfrontasi
iman. Iman bukan sekedar sebuah jawaban teologis tetapi iman adalah bagaimana
kita memasukkan seluruh pikiran dan pengalaman hidup kita pada obyek iman yg
kita percaya. Iman bukan sekedar pengetahuan. Iman merupakan pertemuan pribadi
antara pribadi dg obyek iman.
Kedua, Tuhan Yesus mengecam keras kota-kota yg banyak mendapat mujizat
tetapi kota itu justru tidak bertobat. Orang hanya mau ekses iman, orang hanya
mau berkat saja tapi orang tidak Sang Pembuat mujizat dan celakanya, orang sudah
merasa dirinya beriman. Hati-hati, kalau kita salah dalam memahami iman maka itu
akan membawa kita pada kebinasaan. Iman Kristen bukanlah iman ekstensi tapi
esensi.
Ketiga, Seorang warga Kerajaan Sorga haruslah mempunyai pikiran seperti Bapa
sama seperti Kristus, yakni melakukan apa yg menjadi perintah Bapa-Nya. Iman
bukan diselesaikan dg nalar yg jenius atau bijaksana duniawi. Tidak! Iman bukan
hasil pencerahan pikiran kita tapi iman haruslah diselesaikan dg kesederhanaan
dan dg rendah hati mengaku di hadapan Tuhan bahwa kita adalah orang berdosa.
Pada bagian klimaks Tuhan Yesus mengundang setiap orang yg berletih lesu dan
berbeban berat untuk datang kepada-Nya dan Tuhan akan memberi kelegaan. Setelah
kejatuhan, dunia tidak pernah lepas dari masalah dan sengsara maka undangan
Tuhan Yesus ini sangat relevan sampai saat ini. Manusia merasa diri lebih pandai
dari Allah, manusia merasa diri berhak sebagai penentu kebenaran. Jadi,
kejatuhan manusia itu bukan pada saat manusia makan buah. Tidak! Letak
permasalahannya adalah pada masalah positioning – manusia ingin menjadi Allah
maka pertanyaan pertama Allah adalah: Adam, dimana kamu? Pertanyaan ini bukan
mempertanyakan secara fisik tetapi Allah menanyakan posisi Adam dan Hawa secara
spiritual. Dosa menyebabkan manusia mengalami keterkiliran dalam posisi
akibatnya kesengsaraan. Sebagai gambaran dari kesengsaraan ini adalah ketika
tulang kita terkilir maka saat tulang dikembalikan pada posisi aslinya, kita
akan merasakan kesakitan yg luar biasa. Jangan pikir ketika manusia keluar dari
posisi asli akan lebih menyenangkan atau manusia lebih hebat. Salah!
Dua
efek dasar yg dialami oleh manusia berdosa, yakni: 1) Orang mengalami letih
lesu, dan 2) orang akan berbeban berat. Hari ini kita akan merenungkan efek
pertama, yaitu letih lesu. Kata “letih lesu“ berasal dari bahasa aslinya
“fatigue“ yakni suatu kondisi dimana orang sudah tidak tahan lagi dg beban atau
tuntutan yg ada hingga sampailah orang pada suatu titik keputusasaan. Sebuah
logam baja mempunyai titik lentur jika kita mengenakan suatu perlakuan melebihi
titik lentur, baja menjadi retak dan akhirnya patah; logam tidak dapat kembali
seperti bentuk semula. Dosa menyebabkan manusia akan berada dalam kondisi
fatigue namun ironis, dalam kondisi demikian manusia tidak mau kembali dan
bersandar pada Tuhan tapi malah membuang Tuhan. Salah satu penyebabnya adalah
sejak kecil, manusia telah dididik untuk hidup mandiri, artinya orang dapat
mengerjakan apapun tanpa pertolongan orang lain.
Orang tidak sadar hal
ini justru berakibat buruk, orang tidak mudah percaya pada orang lain, segala
sesuatu haruslah ditentukan diri sendiri, setiap keputusan atau masalah haruslah
diselesaikan sendiri. Kalau setiap saat harus menghadapi situasi demikikan maka
sampailah ia pada suatu titik fatigue dan sampai titik itu kalau orang tidak
punya sandaran maka ia akan bunuh diri. Kelelahan ini merupakan kelelahan
esensial.
Kelelahan esensial ini
juga dialami oleh bangsa Israel namun mereka tidak mau mengakui hal ini, bangsa
Israel sangat sombong. Kesombongan ini terpancar jelas dari perdebatan antara
para ahli taurat dg Tuhan Yesus (Yoh.8). Para ahli taurat langsung marah ketika
Tuhan Yesus menyatakan kalau sesungguhnya, mereka adalah hamba. Orang Yahudi
tidak dapat terima dikatakan sebagai hamba, mereka merasa diri sebagai orang
merdeka yg berhak menentukan segala sesuatunya sendiri. Bangsa Israel tidak mau
menyebut diri sebagai hamba Allah tetapi sebagai anak Allah karena istilah
“hamba“ disini menyadarkan mereka akan keterbatasan dirinya dan istilah “anak
Allah“ seolah kita mempunyai suatu kebebasan dan otoritas. Jangan salah mengerti
dg istilah “anak.“ Istilah “anak“ dibedakan dua, yakni: 1) secara ekstensial,
contoh: anak dokter, apakah itu berarti ia dokter? 2) secara esensial, contoh:
anak manusia maka dapatlah pastilah ia manusia.
Tuhan Yesus membukakan
pada para ahli Taurat ini kalau sesungguhnya mereka bukan anak Allah tetapi yg
lebih cocok mereka adalah anak iblis. Sesungguhnya, bangsa Israel berada di
bawah jajahan baik secara fisik maupun spiritual. Secara fisik, bangsa Israel
adalah jajahan bangsa Roma dan Raja Herodes yg memerintah itu pun bukan orang
Yahudi asli tetapi ia adalah orang Idumea. Secara spiritual, bangsa Yahudi
adalah jajahan, orang Yahudi mempunyai 2 imam besar, yakni Hanas dan Kayafas.
Ironisnya, mereka marah ketika Tuhan Yesus membukakan tentang hal ini. Selama
kita berada dalam kuasa penaklukkan dosa, kita akan masuk dalam kondisi fatigue.
Bagaimana tidak fatigue kalau kita hidup di tengah dunia berdosa dg cara
berdosa? Manusia berdosa mencoba menyelesaikan semua permasalahan dg caranya
sendiri, dan celakanya cara yg dipakai adalah cara dunia berdosa maka hal ini
membuatnya makin terjepit dalam dosa. Sesungguhnya, manusia menyadari kalau ia
berada dalam keletihan yg sangat itu namun yg menjadi pertanyaan adalah kenapa
manusia tidak mau kembali pada Tuhan? Apa yg membuat manusia fatigue tetapi
tetap mempertahankan fatigue?
I.
Manusia merasa berhak menetapkan makna hidupnya sendiri.
Manusia yg sombong
ingin menentukan hidupnya sendiri. Sesungguhnya dibalik kesombongan itu, orang
tidak mau percaya Tuhan Yesus. Hanya anak Tuhan sejati yg percaya pada Tuhan
Yesus dan anak Tuhan yg sejati ini jumlahnya sangat sedikit meski faktanya
jumlah gereja sangat banyak, minoritas di dalam minoritas. Kesombongan ini tidak
lepas dari pendidikan dunia modern yg mengajarkan anak untuk berkompetisi.
Sadarkah kita kompetisi mengakibatkan dua hal: sukses atau kehancuran. Apalah
artinya kesuksesan atau kepandaian kalau kita hanya berhasil dalam satu bidang?
Maka tidaklah heran kalau kita mendapati orang yg menang dalam lomba fisika
tetapi dia tidak lulus sekolah. Kesuksesan dalam kompetisi juga berakibat buruk,
orang tidak lagi membutuhkan orang lain apalagi Tuhan sebab orang merasa dapat
menetapkan makna hidupnya sendiri.
Pernahkah kita bertanya
dalam hati, apakah arti hidupku? Apakah kita melibatkan Tuhan dalam setiap
keputusan yg kita ambil dalam seluruh aspek hidup kita? Pada dasarnya, manusia
ingin menentukan makna hidupnya sendiri dan Tuhan dijadikan seperti layaknya
“pesuruh“ yg harus siap menolong kalau kita menghadapi kesulitan. Perhatikan,
kita yg memilih dan mengambil keputusan sendiri maka kita harus berani
menanggung resikonya. Jangan salahkan Tuhan kalau ternyata hasilnya tidak
seperti yg kita harapkan. Berbeda halnya kalau Tuhan yg memilih dan menempatkan
kita maka Dia pasti akan menolong dan memimpin setiap langkah kita karena
disitu, Tuhan ingin menyatakan kemuliaan-Nya melalui kita. Manusia berpendapat
dg menentukan makna hidupnya sendiri ia akan hidup bahagia. Pendapat yg salah!
Saat itu kita justru masuk dalam kondisi yg sangat lelah sebab kita keluar dari
rencana Tuhan, kita berjuang sendiri, segala sesuatu harus kita kerjakan
sendiri. Sebagai pelarian dari rasa lelah yg sangat luar biasa ini manusia
mencari jalan pintas dg lari pada hal-hal berdosa, seperti free sex, narkoba,
minuman keras, dan lain-lain. Orang makin masuk dalam jerat dosa dan sulit bagi
manusia untuk keluar. Manusia masuk dalam kondisi totally fatigue.
Biarlah kita
mengevaluasi diri, apakah selama ini kita mengalami keletihan? Bertobat dan
kembalilah pada jalan Tuhan. Relakanlah hidupmu untuk dibentuk oleh Tuhan.
Mungkin, kita merasa tidak suka dg apa yg Tuhan tetapkan tetapi sebagai Kristen
sejati kita harus taat. Memang, ketika mengikut Tuhan bukan berarti kita tidak
ada beban. Tidak! Tuhan akan memberikan beban, pikullah kuk yg Kupasang sebab
kuk-Ku itu enak dan bebanKu pun ringan (Mat. 11:30).
2.
Manusia merasa harus berjuang sendiri.
Manusia
berpendapat Tuhan adalah sesuatu yang fiktif sehingga Dia tidak dapat menolong
ketika manusia dalam kesulitan. Hati-hati, kalau kita mengerti iman secara
sepotong-potong berarti kita terjatuh dalam pikiran Feuerbach, Marx, Engels yang
menyatakan bahwa agama itu seperti layaknya sebuah candu, pembiusan manusia
karena itu, orang tidak perlu beragama toh Tuhan tidak realistis. Manusia harus
menentukan segala sesuatu sendiri dan berjuang sendiri. Orang hanya percaya pada
Tuhan yang deisme, yakni Tuhan hanyalah pencipta saja dan selanjutnya manusia
yang menentukan. Konsep kehendak bebas, free will disini menjadi cetusan yang
manusia paling suka.
Adalah kegagalan total
manusia yg mencoba merealistiskan konsep free will ini masuk dalam pengalaman
duniawi. Orang baru mau percaya kalau terbukti, yakni apa yg diminta dikabulkan
oleh Tuhan. Apakah ini yg dinamakan iman? Bukan! Ini adalah permainan
pengalaman. Perhatikan, orang yg mendapat pengalaman rohani akan menjadi
menggebu-gebu dan bersemangat melayani karena ia merasa Tuhan itu riil di dalam
pengalaman, seperti sakit disembuhkan, miskin menjadi kaya, dan sebagainya.
Orang mulai berani menyimpulkan kalau ia mengalami pengalaman rohani berarti
Tuhan ada. Pengalaman ini bukanlah pengalaman sejati karena bukan Tuhan yg
menetapkan tetapi dia sendiri. Konsep yg salah! Titik absolutnya pindah dari
Tuhan kepada diri.
Maka tidaklah heran
ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yg manusia pikirkan, orang mulai
bertanya-tanya pada Tuhan dan mulai menyalahkan Tuhan. Perhatikan, yg
mengabulkan seluruh permintaan kita bukan Tuhan tapi iblis, iblis memberikan
iming-iming manis supaya kita masuk dalam jebakannya. Celakanya, orang merasa ia
sudah beriman namun sesungguhnya itu bukan iman sejati, ia justru masuk dalam
kebinasaan. Hal ini memicu manusia semakin tidak percaya kepada Tuhan. Aspek
kedua ini lebih berbahaya dari aspek pertama. Kalau di aspek pertama, manusia
tidak percaya Tuhan karena ia belum pernah berpengalaman tetapi di aspek kedua,
setelah orang mengalami pengalaman rohani akan lebih sulit untuk diinjili lagi
karena ia telah mempunyai pengalaman negatif dg apa yg dimengerti sebagai Tuhan
yg diajarkan kepadanya sebagai Tuhan. Orang-orang yg seperti ini akhirnya jatuh
dalam konsep atheisme humanistik. Sesungguhnya, orang telah sampai pada titik
fatigue yg sangat parah. Hari ini, banyak orang Kristen yg tertipu merasa
dirinya beriman pada Tuhan yg sejati ternyata itu bukan Tuhan sejati tetapi
iblis. Orang telah tertipu masuk dalam suatu tipuan, euforia palsu, kepuasan
perjuangan diri palsu.
3.
Manusia merasa harus mengunggulkan pikirannya sendiri.
Dunia berpendapat kalau
kita menuruti kehendak Tuhan malah dianggap sebagai orang bodoh karena kita
tidak dapat memanfaatkan kesempatan yg ada. Hati-hati, jangan masuk dalam
jebakan iblis yg mengiming-imingi kita dg gula manis tapi di dalamnya racun yg
mematikan. Berbeda halnya dg Tuhan, mungkin jalan di depan kelihatan susah namun
di balik kesusahan itu ada keindahan menanti. Semakin canggih dunia jebakan yg
digunakan juga semakin canggih dan menggiurkan. Tak terkecuali dg Kekristenan
juga mencoba menggunakan cara dunia untuk meraih keuntungan. Camkanlah, itu
bukan ajaran Kristen. Kekristenan sejati tidak menggunakan cara-cara duniawi yg
licik untuk memanipulasi orang lain. Hati-hati dg segala tipuan manis. Apakah
tipuan-tipuan seperti ini yg dikatakan sebagai kesempatan? Banyak orang yg
mencari kesempatan untuk menyelesaikan segala macam permasalahan yg menimpa
hidupnya tapi permasalahan tetap tidak terselesaikan akibatnya orang sampai pada
kondisi fatigue. Pada saat kehancuran itu, manusia harusnya bertobat dan kembali
pada Tuhan tapi manusia tidak mau bertobat; manusia terbelit dalam jeratan dosa
dan sukar bagi manusia untuk keluar dari jeratan iblis.
Jangan biarkan dirimu
dipermainkan oleh pikiran-pikiran duniawi tapi hendaklah kita kembali pada
Kristus dan mengakui semua kesalahan dan seluruh dosa kita. Seperti gambaran
orang yg terkilir, ia tidak akan rela kalau tulangnya dikembalikan ke posisi
semula karena sakitnya sangat luar biasa tapi justru lebih sakit kalau tulang
itu tidak dikembalikan pada posisi semula. Satu-satunya cara yaitu dipaksa,
dikembalikan pada posisi asli, reposisi kembali. Biarlah kita mereposisi hidup
kita kembali pada Kristus, yakni: 1) dg rendah hati mengaku segala kebodohan
kita maka saat itu, kuk yg diberikan Tuhan baru terasa ringan dan enak, 2) kita
harus bereaksi, kita yg berjalan kepada Kristus, janganlah pernah mencurigai
Kristus tetapi curigailah segala macam tawaran iblis. Tuhan pasti tidak akan
mencelakakan kita; Dia akan memimpin kita pada jalan-Nya yg indah. Ironis,
manusia tidak percaya sehingga orang merasa perlu untuk mempunyai “allah
cadangan,“ 3) kita harus menjadi anak yg selalu dengar-dengaran akan Firman
Tuhan setiap hari, setiap saat. Hal ini seharusnya konsisten, terus menerus kita
kerjakan sepanjang hidup kita. Banyak orang yg bertobat pada saat KKR tetapi
setelah KKR kembali pada hal duniawi. Tidak! Pertobatan adalah kembali satu kali
lalu berjalan bersama Kristus, daily activity.
Biarlah mulai hari ini
kita disadarkan kembali dan mulai menata ulang hidup kita untuk kembali pada
jalan Tuhan. Ingatlah akan nama Yesus, Tuhan Yesus selalu memimpin setiap
langkah kita dalam dunia yg penuh dg gejolak. Betapa indah hidup yg dipimpin dan
berjalan bersama Tuhan, kita tidak akan menjadi fatigue. Puji Tuhan, Tuhan masih
mengingat orang-orang sisa dan terbuang ini, remnan untuk dibentuk kembali dan
dipakai menjadi saksi-Nya yang menyatakan kemuliaan-Nya. Ingat, nilai tertinggi
hidup kita bukan dilihat dari kekayaan atau kedudukan atau kepandaian kita.
Hidup kita menjadi bermakna ketika kita berjalan bersama Tuhan dan percayalah,
hidup kita akan nyaman dan pada akhirnya ingat, tujuan hidup manusia hanya satu,
yaitu memuliakan nama-Nya dan menikmati Dia sepanjang hidup kita. Amin ?
Ringkasan Khotbah : 06 Agustus 2006 GRII Andhika, Surabaya
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa
oleh pengkhotbah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar