Nats: Mat. 9:1-19
Pengkhotbah :
Ev. Solomon Yo
Hari
ini kita akan merenungkan Kisah Para Rasul 9:1-19a, yang mengisahkan tentang
pertobatan Saulus dan bagaimana Tuhan mengubah dia dari seorang penjahat menjadi
seorang rasul Tuhan. Kisah pertobatan Paulus ini sangat unik dan penting
hingga dicatat sebanyak tiga kali dalam pasal 9, 22, dan 26.
Dalam Filipi 3:6,
Paulus menyebutkan bahwa dulunya sebagai seorang Farisi dia adalah seorang yang
taat beragama; sejak mudanya ia menjalankan hukum Taurat dengan penuh
kesungguhan, dan tidak ada tanda-tanda kemunafikan dalam hidupnya. Ironisnya,
di sisi lain, ia seorang penganiaya jemaat Tuhan. Dengan inisiatifnya sendiri,
ia meminta surat kuasa kepada imam-imam kepala untuk mengejar dan membinasakan
pengikut Kristus (Kis. 26:10-11). Ia menganggap semua itu ia lakukan untuk
Allah. Kedua hal ini: kebenaran dalam menaati hukum Taurat tidak bercacat dan
menganiaya jemaat Allah merupakan kontradiksi yang tidak dapat didamaikan. Hal
ini menunjukkan kegagalan agama di luar Injil Yesus Kristus.
Di luar Injil Yesus
Kristus, orang bisa terlihat begitu taat beragama dan bersungguh-sungguh
melakukan perintah agama, namun sebenarnya ia belum kembali kepada Allah
sejati. Hal serupa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok orang yang melakukan
pembakaran gereja, pembunuhan terhadap umat Allah dan hamba Tuhan, lalu
menganggap mereka sedang melayani Allah dan pasti masuk sorga. Orang-orang
Kristen juga bisa jatuh ke dalam kesalahan serupa. Di luarnya seperti beragama,
tetapi secara diam-diam berkanjang dalam dosa dan imoralitas yang sangat dibenci
Tuhan. Inilah bahayanya rasionalisasi yang selalu dilakukan orang. Kita
mempunyai suatu konsep yang salah, lalu menganggapnya sebagai kebenaran dan
mengabdikan hidup kita bahkan rela mati untuk hal yang salah itu dan
menganggapnya sebagai kebenaran. Dulunya Paulus juga melakukan kebodohan serupa,
sampai ia berjumpa secara pribadi dengan Kristus, baru dia disadarkan dan
dilepaskan dari kesesatan yang ia lakukan selama ini.
Inilah signifikansi
reformasi. Setelah kehidupan agama berjalan sekian lama, ternyata sudah terjadi
penyimpangan yang begitu parah dari ajaran Kitab Suci. Karena itu, dibutuhkan
usaha untuk kembali kepada ajaran asli Injil. Semua usaha kita untuk
melaksanakan perintah Allah (Taurat) ternyata tidak membawa kita kepada
kemerdekaan sejati di dalam Kristus. Kebenaran ini sangat disadari oleh Martin
Luther. Ketakutannya akan neraka mendorong dia untuk melakukan berbagai usaha
untuk dapat diterima oleh Tuhan. Namun kedamaian yang ia carinya itu tidak
pernah diperolahnya, sampai suatu hari, ia disadarkan oleh kebenaran Injil
bahwa keselamatan itu hanya dapat diperoleh sebagai anugerah di dalam Kristus
yang telah memenuhi semua tuntutan hukum Allah dengan sempurna dan mencapai
kebenaran bagi kita, sehingga melalui iman dalam Kristus kita boleh
dibenarkan/diselamatkan. Bagi Martin Luther penemuan rahasia Injil ini membuat
dia seperti melihat pintu sorga terbuka bagi jiwanya yang sengsara dan kini
menemukan kedamaian sejati dan kepastian keselamatan dalam Kristus.
Berikutnya kita akan
melihat apa yang dilakukan Tuhan untuk menolong Saulus (Paulus):
1. Tuhan Yesus
mengkonfrontasi Saulus (Kis. 9:3,4)
Dalam perjalanannya ke
Damsyik, ketika sudah hampir tiba ke kota itu, tiba-tiba cahaya dari langit yang
begitu menyilaukan menyergap Saulus dan rombongannya, sehingga Saulus dan
seluruh rombongannya jatuh ke tanah; bahkan Saulus yang menjadi fokus utama
konfrontasi Tuhan menjadi buta dan harus dituntun orang untuk masuk ke Damsyik.
Tuhan Yesus menampakkan diri kepada Saulus dalam kemuliaan dan kuasa-Nya yang
berdaulat. Tuhan mengkonfrontasi Saulus untuk menyadarkan dia akan
ketakberdayaannya, kerapuhannya; ia tidak lebih hanyalah manusia berdosa yang
berada di bawah penghukuman Allah. Akibat konfrontasi Allah ini kini misinya
untuk membinasakan pengikut Kristus terhenti.
Puji Tuhan, kalau Tuhan
mengkonfrontasi hidup kita sehingga kita disadarkan akan kelemahan kita; itu
berarti Tuhan masih mengasihi kita, Ia ingin supaya kita menghentikan segala
perbuatan dosa kita. Dia masih beranugerah pada kita dengan tidak membiarkan
kita semakin jatuh ke dalam liang dosa semakin dalam. Janganlah kita
bersungut-sungut dan menganggap Tuhan tidak baik karena penderitaan yang kita
alami, percayalah semua tantangan dan kesulitan yang Tuhan ijinkan kita alami
adalah untuk mendatangkan kebaikan bagi kita, membentuk kita semakin serupa
dengan Kristus. Hati-hatilah terhadap sikap yang salah dalam merespons penyataan
kuasa Allah yang dahsyat, yaitu melihat kuasa kuasa Tuhan sebagai kesempatan
untuk dimanipulasi untuk memuaskan nafsu dosa dan kepentingan diri sendiri.
Hal ini tidak terjadi pada Saulus. Ketika kemuliaan Allah yang berdaulat
dinyatakan, dia dijadikan rendah hati, tunduk, dan dibuat siap untuk menerima
titah Tuhan.
2. Tuhan membongkar
semua kesalahan Saulus (Kis. 9:4,5)
Saulus tergeletak tak
berdaya di tanah, terkurung oleh terang Ilahi yang menguasai dia tanpa daya.
Lalu Tuhan berseru kepadanya, “Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?“
Ini adalah dakwaan. Saulus merasa heran, kapan dia pernah memusuhi kuasa ilahi
dari sorga [Tuhan], yang sekarang berkata telah dianiaya olehnya. Ini suatu
paradoks: Jika Pibadi yang mengkonfrontasi dia itu begitu berkuasa sehingga
membuat dia tak berdaya di tangan-Nya, lalu bagaimana dia dapat menganiaya Dia?
Paulus tidak mengerti, bingung, dan tidak bisa menjawab (alasan mengapa Saulus
menganiaya Dia). Hal yang urgen untuk mendapatkan titik terang ialah mencari
tahu siapakah Dia ini? Maka Saulus balas bertanya, “Siapakah Engkau, Tuhan?” dan
dijawab, ”Akulah Yesus yang kauaniaya.” Saulus berharap dengan mengetahui
identitas kuasa itu, ia dapat mengerti. Namun jawaban itu membuat dia tambah
bingung, bahkan jawaban itu sekarang bagaikan ledakan yang lebih dahsyat
daripada terang yang membutakan itu.
Seumur hidupnya ia
telah berusaha hidup taat kepada perintah Allah. Ia telah mempersembahkan
hidupnya untuk melayani Tuhan. Sekarang dia berusaha menghapuskan satu sekte
yang mempertuhankan seorang rabi yang sudah disalibkan. Yesus sudah mati di
salib, para pengikut-Nya harus dibungkam, maka “kebohongan“ dapat segera
dihentikan dan tidak menyebar lebih luas. Tetapi sekarang, Pribadi ilahi yang
mengkonfrontasi dia mengaku adalah Yesus. Berarti Yesus tidak berakhir dalam
kematian, seperti yang ditiupkan oleh para pemimpin agama, melainkan hidup
seperti yang diyakini orang-orang Kristen. Dan sekarang Yesus yang bangkit
mendakwanya telah menganiaya Dia. Jelas memang dia mengejar para pengikut Yesus
dan berusaha membinasakan mereka, dan sekarang perbuatannya itu dikatakan Yesus
yang bangkit sebagai tindakan menganiaya Dia.
Ternyata Yesus yang
diyakini orang Kristen itu benar-benar sudah bangkit dari kematian. Jika
demikian, Dialah Mesias yang dijanjikan itu. Berarti selama ini dia telah
melawan Allah, menentang pekerjaan Allah, dan memberontak kepada Mesias yang
dijanjikan itu. Sekarang Saulus bagaikana satu bangunan yang runtuh. Seluruh
keagamaannya ternyata salah; doktrinnya salah; misi dan perjuangannya salah. Dia
yang berpikir sedang melayani Allah ternyata sedang melawan Allah. Dan sekarang,
dia sebagai yang terdakwa yang telah terbukti bersalah. Semua karier agamanya
ternyata dibangun di atas dasar yang salah, dan semua yang dilakukan selama ini
ternyata sedang menumpuk kesalahan untuk dijatuhi hukuman dari Allah. Dapatlah
dibayangkan apa yang kita rasakan jika ternyata seseorang yang kita perlakukan
secara kasar dan kurang ajar ternyata adalah seorang mafia besar. Waktu
demikian, kita tidak bisa hidup tenang lagi, karena bukan saja diri kita, tetapi
mungkin seluruh keluarga kita akan dibantai secara sadis olehnya. Kini, Saulus
dengan semua kesalahannya yang kurang ajar kepada Tuhan harus menghadapi Tuhan
yang sedang mendakwa dia. Nasibnya sudah hampir dapat diduga, tidak ada harapan.
Sebagian orang
menganggap dirinya adalah seorang yang suci karena tidak memakan daging, dan
sebagian orang lain menganggap diri orang yang baik karena melakukan sedikit
pertolongan orang yang sedang dalam kesulitan. Namun, ketika orang bertemu
dengan Tuhan sejati ia baru menyadari bahwa semua kebaikan dan kesalehannya itu
bagaikan kain kotor di hadapan Tuhan. Injil membawa kita pada Allah yang sejati;
dan pada waktu itu, Allah yang mahakudus akan mengkonfrontasi kita menyingkapkan
semua kesalahan seperti yang telah Ia lakukan kepada Saulus.
3. Tuhan menaklukkan
Saulus (Kis. 9:6-9)
Dengan kuasa penuh dari
imam besar Saulus mau masuk ke Damsyik untuk menghabisi orang-orang Kristen yang
tidak berdaya melawan Dia. Tetapi kini, secara fisik, dia adalah seorang
pesakitan yang tergeletak tak berdaya di tanah dan sedang dikonfrontasi Allah;
dan secara rohani, lebih parah lagi, ia telah terbukti bersalah melawan Tuhan.
Ia berada dalam kondisi yang begitu mengerikan. Perhatikan, Allah tidak datang
dengan bujuk rayu karena ketakutan kita tidak mau menjadi pengikut-Nya. Allah
tidak tidak membutuhkan manusia, sebaliknya kitalah yang membutuhkan Dia. Tetapi
sekarang banyak orang mengajarkan Injil yang antroposentris yang menjadikan
manusia sebagai yang utama dan menjadikan Tuhan tidak lebih sekedar “pembantu.“
Ini theologi yang salah dan yang hanya akan menghasilkan suatu keagamaan yang
kurang ajar! Sebaliknya, Alkitab mengajarkan bahwa Allah datang dengan kuasa
kemuliaan-Nya dan kedaulatan penuh kepada Saulus. Tuhan membuatnya sadar bahwa
dia bukanlah siapa-siapa di hadapan-Nya. Dia nothing, hopeless, dan buruk. Tidak
ada hal lain yang dapat dilakukan oleh Saulus selain hanya menunggu titah Tuhan
dan menyerahkan hidupnya dalam belas kasihan Allah. Injil yang theosentris
ketika diberitakan menjadikan hati manusia direndahkan, diremukkan, dan tunduk
kepada Allah untuk diubahkan sesuai kehendak-Nya.
Namun Tuhan yang datang
dengan segala kemuliaan-Nya juga adalah Tuhan yang penuh kasih karunia. Dia yang
mengkonfrontasi Saulus dan meremukkannya adalah Tuhan yang hendak membangun satu
hidup yang baru untuk dipakai oleh-Nya. Tuhan mempunyai rencana besar atas hidup
Saulus, Tuhan ingin memakainya menjadi “alat pilihan“-Nya. Tuhan akan memakai
hidup Saulus secara luar biasa, ia akan diutus untuk menjadi pemberita Injil
kepada segala bangsa, dan itu termasuk menderita bagi Tuhan dan demi Injil.
Adakah orang yang diberitakan Injil dengan diberi tahu bahwa yang akan dia
peroleh ialah penderitaan, lalu dia menyambut Injil dengan gembira? Hampir tidak
ada. Tetapi ini terjadi pada Saulus. Ketika menyambut Injil, beriman kepada
Tuhan Yesus dan menerima baptisan, dia jelas bahwa kerja keras bagi Injil dan
penderitaan sudah menantinya. Tetapi Saulus menerima seluruh rencana Tuhan
dengan taat. Mengapa? Karena dia sudah nothing, sehingga kalau boleh menderita
bagi Tuhan itu pun lebih baik baginya. Orang perlu dihancurkan terlebih dahulu
untuk dapat ditaklukkan Tuhan dan setelah itu ia baru menyambut setiap titah
Tuhan dengan tidak tawar-menawar.
4. Tuhan mengubah dan
memakai Saulus (Kis. 9:15,16 & Kis. 26:16-19)
Tuhan sudah mempunyai
rencana-Nya yang indah bagi kehidupan Saulus. Tuhan berkata kepada Ananias yang
diutus-Nya untuk melayani Saulus, bahwa Saulus adalah “alat pilihan-Nya” untuk
memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Tidak main-main, Allah bahkan
sudah memilih dia sejak dalam kandungan ibunya, dan mempersiapkan dia melalui
berbagai kesempatan pendidikan dan pengalaman untuk mempersiapkan dia menjadi
seorang pelayan yang berkualitas. Dalam rencana-Nya Tuhan bahkan membiarkan
Saulus mewujudkan puncak dari kesalahan keagamaannya, yaitu penganiaya yang
ganas terhadap umat tebusan-Nya. Program-Nya ialah untuk meremukkan Saulus,
membentuk dia menjadi seorang manusia baru. Bahkan semua ini sangat berguna bagi
Saulus untuk nantinya merefleksikan kembali keterbatasan Hukum Taurat (Perjanjian
Lama), dan penggenapan Injil Yesus Kristus (Perjanjian Baru).
Tidak semua orang rela
menyambut rencana Allah bagi hidup mereka. Tapi Saulus menunjukkan respons yang
positif. Dalam kesaksiannya pada Raja Agripa, Paulus berkata, “Kepada
penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat“ (26:19); dan dalam
seluruh hidup pelayanannya, Rasul Paulus merespons panggilan pelayanannya dengan
takut dan gentar, rajin, setia, dan habis-habisan melayani Tuhan.
Tuhan telah mengubah
hidup Saulus secara total. Perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit menjadi titik
balik kehidupannya. Sejak itu, Tuhan telah mengubahnya dari seorang penganiaya
jemaat menjadi seorang gembala yang setia dari jemaat Tuhan; dari seorang yang
memiliki keagamaan yang natural dan terperangkap dalam kepalsuan agama menjadi
seorang manusia baru yang memiliki keagamaan yang penuh kesejatian dalam
Kristus. Di kemudian hari kita mendapati Paulus sebagai seorang yang memiliki
integritas yang murni, seorang pelayan Injil yang setia, seorang penjabar
kebenaran Injil Kristus yang cemerlang, seorang misionaris Kristus yang dipakai
secara luar biasa untuk memenangkan banyak orang dan wilayah penting bagi
kerajaan Allah. Paulus mewariskan kepada kita eksposisi Injil dan nasihat
pastoral, dan teladan kehidupan dan pelayanan yang begitu berharga. Semua ini
terjadi, karena Tuhan pernah mengkonfrontasi dia untuk menyetop kehidupan yang
salah; karena Tuhan pernah menelanjangi seluruh kesalahannya yang sangat
terselubung dalam keagamaan yang penuh rasa percaya diri; karena Tuhan pernah
meremukkan dia habis-habisan yang memungkinkan dia dapat dijadikan manusia baru
yang siap dibentuk dan dipakai Allah secara leluasa bagi kerajaan-Nya dan
kemuliaan-Nya. Pertanyaanya sekarang ialah: apa makna semua ini bagi kehidupan
kita? Kiranya anugerah Tuhan juga menjangkau setiap diri kita. Amin.
?
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2007/20071028.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar