Khotbah 1 Samuel 18:1-4
Oleh Sepridel H.T.
Oleh Sepridel H.T.
Pendahuluan
Ada
dua orang pria yang bersahabat. Mereka bernama Albert Durer dan Hans.
Mereka ingin sekali masuk ke sekolah seni lukis dan pahat. Masalahnya,
mereka tidak mempunyai uang. Kemudian Hans mempunyai ide untuk
mengatasi masalah tersebut. Hans akan bekerja untuk membiayai kuliah
Albert. Nanti setelah Albert lulus dan menjadi pelukis, maka Albert
yang akan membiayai kuliah Hans. Hans bekerja sebagai kuli bangunan.
Lalu Albert masuk ke sekolah seni lukis dan pahat. Tahun demi tahun pun
berlalu. Akhirnya Albert lulus dari sekolahnya. Dengan penuh
semangat, ia pergi ke rumah Hans.
Ketika tiba di rumah Hans, ia mengetuk pintu berulangkali, namun tidak
ada jawabannya. Lalu Albert mengintip dari jendela. Apa yang
dilihatnya? Ternyata Hans sedang berlutut. Kedua belah tangan
sahabatnya itu mengarah ke atas. Hans sedang berdoa sambil menangis:
“Oh Tuhan, tanganku ini. Tanganku sudah menjadi kaku dan kasar.
Tanganku sudah tidak bisa dipakai untuk melukis. Biarlah Albert saja
yang menjadi pelukis.” Ternyata pekerjaan Hans sebagai seorang kuli
bangunan telah membuat tangannya menjadi kaku dan kasar. Ia tidak
mungkin menjadi pelukis lagi. Apa yang dilakukan Hans ini tentunya
tidak bisa dilupakan Albert seumur hidupnya. Itulah sebabnya, Albert
mengabadikan kasih dan pengorbanan sahabatnya ini dengan membuat suatu
lukisan yang diberi nama “Tangan Berdoa” atau Praying Hand yang sangat terkenal itu.
Saudara-saudara, tentunya kita ingin memiliki sahabat seperti Hans.
Seorang sahabat yang penuh kasih dan rela berkorban bagi kita. Mungkin
kita juga ingin supaya kita menjadi sahabat yang terbaik bagi sahabat
kita. Persahabatan antara Albert dan Hans adalah satu dari sekian
banyak contoh persahabatan sejati yang kita dambakan. Namun, bagaimana
caranya agar persahabatan ini dapat kita miliki? Persahabatan sejati
membutuhkan dasar yang kokoh. Itulah sebabnya, kita perlu tahu bahwa persahabatan sejati dalam hidup orang percaya adalah persahabatan yang berdasarkan kasih dan kesetiaan.
Saudara-saudara, perikop yang baru saja kita baca ini juga merupakan
kisah persahabatan sejati dalam Alkitab. Mari kita melihat dasar
persahabatan Daud dan Yonatan.
I. Kasih (ay 1-2)
Penjelasan
Saudara, pada umumnya orang bersahabat karena ada kesamaan hobi, minat,
sifat, suku, status sosial, tujuan, atau karena saling menguntungkan,
dan lain sebagainya. Hal ini tidaklah salah. Namun, hal ini tidak
boleh dijadikan dasar utama dari sebuah persahabatan. Persahabatan Daud
dan Yonatan tidaklah dibangun di atas dasar yang rapuh ini.
Setelah
Daud mengalahkan Goliat, ia dibawa oleh Abner untuk menghadap Saul.
Daud berbicara dengan Saul tentang pertarungannya melawan Goliat.
Yonatan tampaknya juga hadir mendengarkan cerita Daud. Yonatan
tentunya sangat kagum dengan iman Daud. Kemudian berpadulah jiwa
Yonatan dengan jiwa Daud. Kata “berpadulah” berasal dari bahasa Ibrani niqserah yang
berarti “melekat erat kepada sesuatu atau seseorang.” Kata ini juga
yang dipakai untuk menunjukkan kasih Yakub yang sangat mendalam terhadap
Benyamin (Kej.44:30). Sedangkan kata “jiwa” merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani nepes, yang
berarti bagian terdalam dalam diri seseorang. Dengan demikian, berpadu
jiwa di sini dapat diartikan sebagai adanya ikatan yang sangat kuat
antara jiwa atau roh Yonatan dan Daud seperti seorang saudara.
Tidak
cukup sampai di situ, Yonatan juga mengasihi Daud seperti jiwanya
sendiri. Kata “mengasihi” ini berasal dari bahasa Ibrani ahav. Kata ahav
biasanya dipakai untuk menggambarkan kasih serta kemurahan Allah dalam
hubungan perjanjian dengan umat-Nya. Selain itu, kata ini juga dipakai
untuk menunjukkan kasih yang mendalam dari orangtua kepada anaknya,
misalnya kasih Abraham kepada Ishak dan kasih Yakub kepada Yusuf (Kej.
22:2, 37:3). Dengan demikian, kasih Yonatan kepada Daud adalah kasih
persaudaraan. Kasih ini timbul karena adanya kualitas iman dalam diri
Daud yang dilihat oleh Yonatan. Baik Daud maupun Yonatan, mereka adalah
adalah orang-orang yang mengasihi Allah. Kasih Allah dalam diri mereka
inilah yang menyatukan hati mereka.
Saudara-saudara,
kita melihat bahwa betapa dalamnya kualitas kasih antara Daud dan
Yonatan. Namun demikian, ada orang yang menyalahartikan kedalaman kasih
ini. Seorang penafsir yang bernama Tom Horner, mengatakan bahwa kasih
antara Daud dan Yonatan ini menunjukkan relasi homoseksual. Namun,
sebenarnya kata ahav tidak pernah dipakai untuk mengekspresikan keinginan atau aktifitas homoseksual. Dalam Perjanjian Lama, biasanya memakai kata yada (“to know”) dalam pengertian hubungan seksual (Kej. 19:5, Hak. 19:22) dan kata yada ini
tidak pernah dipakai dalam relasi antara Daud dan Yonatan. Dengan
demikian, kasih antara Yonatan dan Daud ini adalah murni kasih
persahabatan yang mendalam.
Saudara-saudara,
ternyata setelah Daud mengalahkan Goliat, Saul menahan dia di istana.
Ini berarti bahwa sejak saat itu Daud mempunyai tempat dan posisi khusus
di istana sehingga ia tinggal di situ. Dalam pasal 16:21, dikatakan
bahwa Saul sangat “mengasihi” Daud. Saul tetap mengasihi Daud sampai
sebelum ia mulai merasa iri hati dan takut kalau jabatan raja akan jatuh
ke tangan Daud (ay.8). Inilah perbedaan antara Yonatan dengan Saul.
Yonatan mengasihi Daud walaupun dia tahu bahwa Daud kelak akan menjadi
raja Israel. Padahal, Yonatan punya alasan yang kuat untuk membenci
Daud karena kehadiran Daud membahayakan posisi Yonatan sebagai putra
mahkota. Namun, yang terjadi justru Saul yang merasa terancam dengan
kehadiran Daud. KalauYonatan mengasihi Daud seumur hidupnya, Saul
justru membenci Daud seumur hidupnya. Kasih Yonatan ini terbukti dengan
berbagai usaha yang ia lakukan untuk melindungi Daud dari rencana
ayahnya untuk membunuh Daud (1 Sam. 19-20). Daud juga menyatakan bahwa
kasih Yonatan lebih baik daripada kasih seorang perempuan. Dia juga
menyebut Yonatan sebagai saudara laki-lakinya ketika ia meratapi
kematian Yonatan (2 Sam. 1:26).
Saudara-saudara,
dalam Amsal 17:17 dikatakan bahwa “Seorang sahabat menaruh kasih setiap
waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Ayat ini mau
mengatakan bahwa sahabat sejati adalah seseorang yang terus-menerus
mengasihi sahabatnya dan menjadi orang terdekat yang mendukung ketika
mengalami kesusahan.
Saudara-saudara,
Yesus juga mengatakan bahwa tidak ada kasih yang lebih besar dari pada
kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Ia
juga menyebut kita adalah sahabat-sahabat-Nya (Yoh. 15:13-14). Oleh
karena Kasih-Nya yang begitu besar bagi kita, Yesus rela mati di kayu
salib. Bahkan, Yesus mengasihi kita sampai selama-lamanya. Kasih Allah
yang ada di dalam diri setiap orang percaya yang akan menyatukan ikatan
persahabatan. Inilah dasar yang kokoh dalam sebuah persahabatan.
Ilustrasi
John
dan Andy bersahabat sejak kecil. Saat mereka remaja, pecahlah perang
dunia kedua. Mereka berdua harus ikut wajib militer. Mereka ditugaskan
di garis depan medan perang. Pada suatu pagi yang berkabut, kapten
mereka memimpin mereka untuk menyerang markas musuh. Namun, sinar
matahari telah menghapus kabut itu sebelum mereka sampai di dekat markas
musuh. Mereka pun langsung terlihat oleh musuh. Musuh segera menembak
mereka secara membabi buta. Mereka kemudian berusaha lari
menyelamatkan diri, termasuk John dan Andy. Sesampainya di markas,
ternyata John tidak ada. Andy segera meminta ijin kepada kaptennya
untuk mencari Andy di daerah musuh. Tentu saja kapten itu menolak
karena itu sangat berbahaya. Bisa jadi John juga telah meninggal.
Namun, Andy tidak menghiraukan larangan kaptennya. Ia pergi mencari
John.
Setengah jam kemudian Andy kembali dengan berlumuran darah. Sang
kapten pun marah besar dan berkata: “Apa kubilang, John sudah mati dan
kau pun tertembak. Sungguh sia-sia” Andy berkata: “Tidak sia-sia,
karena aku mendengar kata-kata terakhirnya” Karena penasaran, sang
kapten bertanya lagi” “Memangnya apa yang ia katakan sampai kau rela
mempertaruhkan nyawamu?” John berkata: “Saya tahu kau pasti akan
kembali mencariku, aku mengasihimu sahabatku” Dia mengatakannya sambil
tersenyum puas. Oleh karena kasihnya kepada John, Andy rela
mempertaruhkan nyawanya untuk mencari sahabatnya ini. Memang usaha Andy
ini tampaknya sia-sia karena Andy tertembak dan John meninggal. Namun,
sebenarnya hal ini tidak sia-sia karena sampai akhir hidupnya, John
melihat bahwa Andy, sahabatnya ini tetap mengasihi dia.
Aplikasi
Saudara-saudara,
apakah kasih yang murni ini telah menjadi dasar dari persahabatan
kita? Kualitas kasih ini akan terlihat melalui tindakan kita. Kasih
ini yang bisa membuat kita memaafkan sahabat kita ketika dia menyakiti
hati kita, bersukacita ketika dia berbahagia, menangis ketika dia
menangis, kagum dan bangga dengan prestasi atau kesuksesannya tanpa
membuat kita iri hati, menerima kelemahannya, memberi semangat ketika
dia lemah, mendorong dia untuk terus bertumbuh dalam Tuhan, rela
memberikan waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhannya, memberikan
tenaga ketika ia butuhkan, bahkan memberikan uang kita ketika ia
mengalami kesulitan keuangan. Kasih jugalah yang membuat kita berani
menegur sahabat kita ketika ia melakukan kesalahan! Janganlah kita
bersahabat demi memperoleh keuntungan pribadi!
Saudara-saudara, lalu apa dasar selanjutnya dari suatu persahabatan?
II. Kesetiaan (ay 3-4)
Penjelasan
Saudara, Les & Leslie Parrot dalam bukunya yang berjudul Relationships
memaparkan hasil survei tentang sifat yang paling dihargai orang dalam
sebuah persahabatan. Hasil survey ini cukup mengejutkan. Ternyata,
kesetiaan menempati posisi paling atas. Kalau kesetiaan itu tidak ada
lagi, maka yang ada hanyalah pengkhianatan! Kesetiaan ini juga yang
kita lihat dalam persahabatan Daud dan Yonatan.
Yonatan
sendiri yang berinisiatif mengikat perjanjian dengan Daud karena
kasihnya kepada Daud. Mereka mengikat janji persahabatan di hadapan
Allah. (1 Sam. 20:23, 42). Perjanjian ini menjadi tanda kesetiaan dalam
persahabatan mereka.
Seperti
Abraham yang memberikan binatang kepada Abimelekh (Kej. 21:27 dst)
sebagai tanda kesetiaannya, demikian pula Yonatan memberikan sesuatu
kepada Daud. Ketika Yonatan memberikan jubah, baju perang, pedang,
panah, dan ikat pinggangnya, ini menunjukkan bahwa secara resmi ia
dengan rela hati menyerahkan hak takhtanya kepada Daud. Di sisi lain,
di dalam Alkitab, ada beberapa bagian yang menggambarkan bahwa
perpindahan jubah adalah tanda perpindahan otoritas. Misalnya: pakaian
Harun kepada anaknya, yaitu Eleazar (Bil. 20:24-28) atau jubah Elia
kepada Elisa (1 Raj. 19:19-21) Dengan kata lain, Yonatan menyadari
bahwa Daud adalah raja yang diurapi oleh Allah untuk menggantikan Saul.
Yonatan tidak merasa tersaingi oleh Daud karena ia tahu bahwa Allah
sendiri yang telah memilih Daud sebagai raja.
Lebih
jauh lagi, kesetiaan persahabatan mereka sungguh terbukti. Yonatan
berusaha menolong Daud dari rencana pembunuhan yang dirancangkan Saul (1
Sam. 19-20). Bahkan Yonatan hampir di bunuh oleh Saul karena ia
membela Daud. Nantinya, karena janji persahabatan inilah, Daud
memberikan tanah Saul kepada Mefiboset, anak Yonatan yang cacat kakinya
dan Daud membiarkan dia hidup sebagai anak raja serta lolos dari tragedi
yang menimpa keluarga Saul (2 Sam. 9; 21:7). Daud terus setia pada
janji persahabatan mereka walaupun Yonatan telah mati. Dengan demikian,
baik Yonatan maupun Daud sama-sama menunjukkan kesetiaan yang tak
lekang oleh tantangan maupun waktu.
Saudara-saudara,
Edgar De Witt Jones mengatakan: “Sahabat adalah seseorang yang tetap
ada bersama kita ketika semua orang pergi meninggalkan kita.” Hal ini
menunjukkan bahwa sahabat sejati adalah seseorang yang terus setia
bersama kita dalam keadaan apapun. Sahabat tidak meninggalkan kita saat
kita susah, gagal atau jatuh. Kalau ada sahabat yang pergi
meninggalkan kita saat kita susah, itu berarti bahwa ia bukanlah sahabat
sejati kita.
Saudara-saudara, Yesus adalah sahabat kita yang setia. Bahkan ketika
kita tidak setia kepada-Nya, Ia tetap setia (2 Tim. 2: 13). Dia tidak
pernah meninggalkan kita. Dia selalu menyertai kita. Kesetiaan menjadi
dasar yang kokoh dalam sebuah persahabatan. Kesetiaan ini akan teruji
ketika ada kesulitan atau tantangan.
Ilustrasi
Saudara-saudara,
Dean Acheson adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada masa
pemerintahan Presiden Harry Truman. Acheson membuat kegemparan di
Amerika Serikat ketika ia mengunjungi sahabatnya Alger Hiss di penjara.
Hiss adalah seorang pengkhianat yang dijatuhi hukuman penjara. Apa
yang dilakukan Acheson ini dinilai bisa membahayakan posisinya. Namun,
ketika para politisi menyalahkan Acheson di depan umum, Acheson hanya
berkata: “Seorang sahabat tidak meninggalkan sahabatnya hanya karena ia
berada di penjara.” Sahabat yang setia tidak meninggalkan sahabatnya
yang jatuh atau gagal. Ia tetap mendukung sahabatnya meskipun ia
mungkin dikritik oleh banyak orang atau tindakannya itu bisa
membahayakan karir politiknya.
Aplikasi
Saudara, bagaimana
dengan persahabatan kita? Apakah kita setia menemani sahabat kita
ketika ia gagal atau tertekan? Ataukah kita malu mengakui dia sebagai
sahabat kita lalu meninggalkan dia? Ketika sahabat kita sedih karena
nilai ujiannya jelek, kita bisa menguatkannya dengan tepukan lembut di
pundaknya supaya dia merasakan bahwa kita tetap mendukung dia. Ketika
sahabat kita melakukan kesalahan sehingga ia di cela oleh banyak orang,
mungkin kita bisa terus berada di sisinya untuk menolong dia
menyelesaikan masalah itu. Ketika sahabat kita jatuh dalam dosa, kita
bisa menegur dia dan terus mendorong dia untuk bangkit dan bertumbuh di
dalam Kristus. Kesetiaan kita bukan teruji ketika kondisi baik-baik
saja, tetapi ketika salah satu diantaranya mengalami kesulitan atau
kegagalan. Sahabat sejati akan tetap setia berada bersama kita dalam
kondisi apapun.
Penutup
Dasar
dari persahabatan sejati adalah kasih dan kesetiaan. Hal ini bisa
terwujud jika kedua orang yang bersahabat ini sama-sama mengasihi Tuhan
sehingga kasih Tuhan inilah yang menyatukan persahabatan mereka. Lebih
jauh lagi, Yesus adalah sahabat sejati kita. Kasih dan kesetiaan-Nya
terbukti dalam hidup kita. Selain itu, Ia juga mau supaya kita menjadi
seorang sahabat sejati bagi sahabat kita. Hal ini berati bahwa kasih
dan kesetiaan yang menjadi dasar persahabatan itu bukan sekedar
diucapkan. Namun, semua itu harus nampak dalam setiap tindakan kita
bahkan hal tersebut teruji ketika masing-masing mengalami kesulitan atau
kegagalan. Hal
ini tidak mudah, karena itu berarti kita harus membuang egoisme kita.
Namun, Ia menantang saudara dan saya untuk belajar dari Dia. Jika kita
mau belajar, maka Roh Kudus akan menolong kita sehingga kita boleh
menjadi sahabat sejati bagi sahabat kita. (http://bennysolihin.blogspot.com)